Dua tahun sudah diriku ngantor di kota Semarang,
memang diriku tidak bertempat tinggal di kota Semarang jadi sehari-hari aku
melakukan perjalanan kurang lebih 88 km pergi-pulang kekantor,
Salatiga-Semarang adalah rute wajibku setiap hari, hari-hari selalu kunikmati
setiap perjalanan yang kulalui. Hujan, panas dan kemacetan merupakan temanku
sehari-hari. Diantara tempat-tempat kemacetan, ada beberapa tempat kemacetan
favorit salah satunya, Vihara Buddha Gaya
Watugong yang di dalamnya terdapat Pagoda Kwan Im,
saya biasa menyebutnya sebagai tempat kemacetan yang indah, karena merupakan salah
satu tempat wisata sejarah di Semarang.
Berada di perbatasan Kota
Semarang dan Kab Semarang Vihara Buddha Gaya Watugong yang sebenarnya tidak
terlalu jauh dari pusat kota, kira-kira hanya butuh waktu sekitar 30 menit
untuk mencapai lokasi. Terletak persis di pinggir jalan jalur
Semarang-Salatiga, sehingga sangat mudah terlihat oleh para pengendara karena dengan
bentuk pagodanya yang khas sehingga mau tidak mau memaksa menoleh untuk
melihatnya karena keunikannya, dan biasanya setiap pagi jam masuk kerja dan
sore hari jam pulang kerja jalan utama didepan vihara padat merayap, sehingga
kita bisa menikmati agak lama pemandangan Vihara Buddha Gaya Watugong, sehingga menambah
penasaran untuk melihat lebih dekat ke dalam Pagoda Kwan Im, bangunan yang
terdapat di kompleks Vihara Buddha Gaya Watugong ini mempunyai nilai artistic dan
unik tinggi 39 meter. Dibangunan tahun 2005 dan terletak persis di depan
Makodam IV/Diponegoro Semarang. Bangunan yang mempunyai tujuh tingkat ini
terdapat patung Dewi Welas Asih dari tingkatan kedua hingga keenamnya. Namun
sedikitnya 20 patung Kwan Im dipasang di Pagoda tersebut. Pemasangan Dewi Welas
Asih ini disesuaikan dengan arah mata angin. Hal ini dimaksudkan, agar Dewi
yang selalu menebarkan cinta kasih tersebut bisa menjaga Kota Semarang dari
segala arah. Bangunan ini merupakan pelengkap ruang Metta Karuna di Vihara
Avalokitesvara Srikukusrejo Gunung Kalong di Kab Semarang.
Awalnya dalam benak saya Semarang identik dengan Lawang Sewu, namun ternyata sebenarnya
masih banyak tempat wisata lain yang tidak kalah menarik dari gedung bekas
kantor kereta api peninggalan kolonialisme Belanda tersebut. Memang tidak salah
jika saya dan masyarakat pada umumnya di luar Semarang tidak mengetahui
tempat-tempat bersejarah yang layak jadi tujuan wisata di kota yang pernah
dijuluki sebagai “Venice van Java”
ini, ternyata Semarang menyimpan banyak pesona sebagai tujuan wisata, selain
tempat yang saya lalui hampir tiap hari diatas masih banyak lagi tempat-tempat
dikota Semarang yang menyimpan pesona, seperti Gereja Katedral Randusari. Bangunan yang
terletak di kawasan Tugu Muda, tepatnya di Jalan dr. Soetomo Semarang, dekat
dengan Lawang Sewu. Bangunan Katedral terdiri dari gedung pertemuan dan sekolah
(SD Bernadus dan SMP Dominico Savio). Katedral menjadi gereja induk di wilayah
Keuskupan Jawa Tengah Agung Semarang. Bangunan ini termasuk dalam kategori
bangunan bersejarah yang dilindungi di Kota Semarang. Arsitektur bangunan
Katedral berbentuk setangkup dengan facade tunggal yang berorientasi pada
arsitektur Barat. Kompleks bangunan didesain berbentuk segi empat dengan tiga
pintu masuk, masing-masing berada di sisi Barat, Selatan dan Utara.
Ada juga Taman Srigunting
yang letaknya di kawasan Kota Lama Semarang, tepatnya di Gereja Blenduk. Taman Srigunting merupakan landmark Kota
Lama. Pada masa Belanda, Taman Srigunting berwujud parade plein yang dibangun
untuk panggung parade yang kini menjadi ruang terbuka. Taman ini merupakan
satu-satunya taman yang berada ditengah kota lama, Taman Srigunting terletak di
Jalan Letjen Suprapto No. 32, kawasan Kota Lama, Semarang. Taman ini diapit
oleh Gedung Marba
di sebelah selatan, Gedung Jiwasraya di barat daya, Gereja Blenduk di
sebelah barat dan Gedung Kerta Niaga di sebelah timur. Kemudian Ada pula
Kantor Pos Besar
yang letaknya tidak jauh dari pasar tradisional terbesar di Semarang yaitu, Johar Semarang. Kantor
Pos Besar merupakan salah satu bangunan bersejarah di Kota Loenpia. Bangunan
ini dibangun pada saat pelayanan jasa pos di Indonesia hampir setengah abad.
Sebelumnya, ketika lembaga pos yang dibentuk oleh J.P.Theben Tervile ini pada
tahun 1862 mulai beroperasi, gedung yang ditempati berada di Kota Lama,
berseberangan dengan kantor pelayanan jasa komunikasi di Jalan Letjend
Suprapto, lebih ke arah barat. Tahun 1979 pernah dilakukan pemugaran pada
gedung ini, serta penambahan ruang pada bagian belakang bangunan.
Dari Pasar Johar, teruslah
masuk ke Jalan H Agus Salim, jika Anda sudah bertemu dengan jalan Gang Lombok
di situlah terletak Klenteng Tay Kak Sie. Nama Tay Kak Sie jelas terlihat di
pintu masuk Kelenteng, di situ tertulis tahun pemerintahan Kaisar Dao Guang
1821 - 1850 dari Dinasti Qing. Klenteng Tay Kak Sie didirikan pada tahun 1746,
Klenteng Tay Kak Sie awalnya hanya untuk memuja Yang Mulia Dewi Welas Asih,
Kwan Sie Im Po Sat. Klenteng ini kemudian berkembang menjadi klenteng besar
yang juga memuja berbagai Dewa-Dewi Tao.
Bila malam, tidak jauh dari
Klenteng Tay Kak Sie Anda bisa menuju ke kawasan kuliner Semawis (Semarang
untuk Pariwisata), jaraknya kira-kira hanya 500 meter. Namun Semawis hanya ada
pada hari Jumat sampai Minggu. Semawis dibuka sejak tanggal 15 Juli 2005,
terletak di Gang Warung kawasan pecinan. Berbagai jenis makanan khas Semarang
dapat dengan mudah kita dapatkan begitu memasuki kawasan semawis, yang ditutup
bagi kendaraan ini. Kawasan Semawis tidak terlalu besar dan bisa dihabiskan
dengan hanya berjalan kaki sekitar 20-30 menit, tetapi Semawis padat dengan
aneka jenis makanan khas Semarang seperti pisang plenet atau lumpia.
Ada satu tempat lagi terutama bagi
umat muslim untuk beribadah sekalian berwisata meskipun termasuk bangunan yang tergolong
relative baru tapi kita bisa melihat masjid agung yang megah dan indah, sarat
keistimewaan dibanding masjid-masjid lain, yakni Masjid Agung Jawa Tengah
(MAJT) yang terletak di Jl. Gajah Raya Kelurahan Sambirejo di Kota Semarang.
Masjid Agung Jawa Tengah diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh Presiden
RI Susilo Bambang Yudoyono. Masjid dengan luas areal tanah 10 Hektare dan luas
bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi tersebut bargaya arsitektur
perpaduan antara Jawa, Jawa Tengah dan Yunani. Gaya Timur tengah terlihat dari
kubah dan empat minaretnya. Gaya Jawa tampak dari bentuk tanjungan dibawah
kubah utama. Sedangkan gaya Yunani tampak pada 25 Pilar-pilar kolosium yang
dipadu dengan kaligrafi yang indah.
No comments:
Post a Comment